Rabu, 09 Oktober 2013

Biografi Kampung Saya

Pakantan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, Indonesia.
Kecamatan Pakantan Merupakan Kecamatan paling ujung di provinsi sumatera utara ,tepat di perbatasan antara Prov.Sumut dengan Prov.Sumbar.

Kecamatan Pakantan sebuah Kecamatan yang terletak di hulu sungai Gadis (Batang Gadis), dilereng Gunung Kulabu diwilayah Kabupaten Mandailing Natal paling selatan, berjarak 12 km dari Muara Sipongi / jalan Raya Lintas Sumatera mengarah ke barat. Pakantan terdiri dari Delapan "huta" (desa): 1. Huta Dolok 2. Huta Lombang 3. Huta Toras 4. Huta Padang 5. Huta Julu 6. Huta Lancat 7. Huta Bargot 8. Huta Gambir
Wilayahnya yang strategis dengan hamparan persawahan yang membentang luas, diapit oleh dua buah sungai kecil: Sijorni dan Mompang, dibelah dua oleh sungai Pahantan dengan kesejukan airnya serta dikelilingi perbukitan bak dipagari/dibentengi, terlihatlah serupa bentuk kuali (wajan) dan beriklim dingin karena ketinggiannya 1200 meter diatas permukaan laut. Pada tahun 2007 Pakantan ditetapkan sebagai salah satu kecamatan di kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.
Beberapa marga yang terdapat di Pakantan: Marga Lubis, Marga Hasibuan, Marga Nasution, Marga Batubara dan Marga Lintang (marga yang terbentuk di Pakantan)
Mengenai asal-muasal nama PAKANTAN sendiri, berbagai penafsiran bermunculan, namun tiada yang pasti, antara lain berasal dari kata antara lain:
"PAHANTAN" : nama sungai yang membelah desa tersebut.
"PAMUKAPATAN": karena Pakantan merupakan tempat dimana pada tempo dulu orang-orang dari Mandailing dan Sumatera Barat datang untuk mencari ketenangan dan meminta petunjuk atas masalah yang di hadapi karena tempo dulu sebelum adanya agama di pakantan / hulu sungai batang gadis / gunung kulabu dianggap tempat yang sangat sakral dan tempat pemujaan.
"PATANTAN" : suatu bentuk upacara pemakaman Raja Mangalaon Tua (Namangarotop Banua) dimana cara membawa beliau dari rumah duka ke tempat penguburan (di Talobu) tidak diusung diatas bahu, melainkan ditantan (dibawa bersama-sama dari tangan-ketangan) secara berantai hingga semua masyarakat Pakantan berkesempatan untuk mengantar ke liang kubur.
"PARMUPAKATAN": musyawarah tentang pemilihan / pengangkatan "Raja Huta" berikutnya. Perlu diketahui bahwa pada masa Harajaon Mangalaon Tua, nama Pakantan belum ada, baru ada Huta Lobu yang diketahui sebagai pemukiman atau Harajaon.
Menurut Tarombo ( silsilah ) marga Lubis di Pakantan, yang pertama kali diakui sebagai nenek moyang bernama Datu Sang Maima Na Bolon. Selanjutnya beberapa generasi kemudian, keturunan Datu tersebut bernama Namora Pande Bosi II. Diakui sebagai awal yang menurunkan Lubis Si Langkitang dan Si Baitang. Dan kemudian, beberapa generasi kemudian lahirlah Sutan Mogol (Opung saya sendiri), keturunan langsung dari Mangaradja Ulu Balang. Sekitar tahun 1540-an, Raja Mangalaon Tua (Raja Pakantan I), membuka perkampungan di Pakantan. Saat itu yang menjadi kepala kampung di Huta Padang adalah anak Raja Mangalaon Tua yang pertama, Namora Tolang. Raja Gumanti Porang Debata, anak yang kedua menjadi raja di Pakantan Dolok. Kemudian anak Raja Mangalaon Tua yang ketiga, Raja Sutan Barayun, menjadi raja di Pakantan Lombang.
Beralihnya paham Parbegu* (belum beragama, animisme), menjadi Islam di Pakantan sangat berhubungan dengan peristiwa Perang Padri di Bonjol (1825-1830). Para perwira kerajaan waktu itu banyak masuk ke wilayah Pakantan dan wilayah Mandailing lain untuk menyebarluaskan agama Islam.
Misi Zending Belanda pernah menugaskan Hendrick Dirks untuk berkiprah di Pakantan. Atas persetujuan kepala kuria Pakantan Lombang, Raja Mangatas, ia mendapat pinjaman tanah tahun 1871. Akhirnya Dirks membuat rumah. Kemudian kampung itu dikenal dengan nama Huta Bargot.
Masuknya penyebaran agama Kristen ke Pakantan, jauh lebih dulu dibandingkan masuknya Kristen ke daerah Silindung dan Toba. Ajaran Kristen ke Pakantan Madina dibawa oleh penginjil dari Rusia dan Swiss tahun 1821, sedangkan ajaran Kristen yang dibawa ke Toba dibawa oleh missionaris dari Jerman. Itulah sebabnya gereja tertua di Tapanuli Selatan terletak di Pakantan Huta Bargot.


   Perbedaan Bahasa khas Pakantan dan peradatan di kampung lain sangat banyak,yaitu:
- Di Mandailing dikenal Raja Panusunan sedangkan di Pakantan tidak, namun ada yang disebut dengan "Pamutus Hata"
- Di Mandailing di kenal Anak Boru / Pisang Raut dan di Pakantan dikenal dengan "Parserean / Parsinggiran"
- Di Mandailing dikenal dengan Mora sedangkan di Pakantan dikenal dengan "Hula-hula"
- Di Mandailing alat kesenian Gordang Sambilan digunakan sebagai pelengkap adat, di Pakantan Gordang Sambilan selain pelengkap adat, juga sebagai pemanggil "Baso" atau dikenal dengan sebutan "Manyarama". Tiga irama Gordang Sambilan yang berasal dari Pakantan yaitu Sarama Datu, Sarama Babiat dan Pemulihon.
- Dan masih banyak lagi ciri khas budaya dan perbedaan dalam bahasa lainnya.


Pakantan juga melahirkan banyak patriot-patriot bangsa. Seperti misalnya : Dr.Parlindungan Lubis (Ketua Perhimpunan Indonesia (PI) di Negeri Belanda 1938-41), Sakti Lubis (Pejuang Disekitar Kampung baru/Marindal ),Martinus Lubis (pejuang melawan Belanda di Amplas dan Sekitar sekitar tahun 1947), Sutan Mompang Soripada (komandan Resimen Tapanuli Selatan), Ronggur Patuan Malaon (mantan Kepala Kehutanan Luar Jawa dan Madura), Prof. DR AP Parlindungan (pakar Hukum Agraria dan mantan Rektor USU), Kolonel Purn. Dahlan Lintang (mantan Kastaf Kodam II BB), Alm. Samsi B Nasution (pengusaha Jakarta), DR IUR Adnan Buyung Nasution, SH (pakar Hukum, pejuang HAM dan penasihat Presiden),Sekarang Adalah Mayjen TNI .Erwin Hudawi Lubis(Panglima Daerah Jakarta) masih banyak lagi yang tak dapat disebut satu persatu, baik yang sekarang masih aktif berkarya maupun yang sedang menikmati masa tuannya. Nama-nama mereka pun banyak diabadikan sebagai nama jalan-jalan di kota Medan dan sekitarnya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar