Pakantan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, Indonesia.
Kecamatan Pakantan Merupakan Kecamatan paling ujung di provinsi sumatera utara ,tepat di perbatasan antara Prov.Sumut dengan Prov.Sumbar.
Kecamatan Pakantan sebuah Kecamatan yang terletak di hulu
sungai Gadis (Batang Gadis), dilereng Gunung Kulabu diwilayah Kabupaten
Mandailing Natal paling selatan, berjarak 12 km dari Muara Sipongi /
jalan Raya Lintas Sumatera mengarah ke barat. Pakantan terdiri dari
Delapan "huta" (desa): 1. Huta Dolok 2. Huta Lombang 3. Huta Toras 4.
Huta Padang 5. Huta Julu 6. Huta Lancat 7. Huta Bargot 8. Huta Gambir
Wilayahnya yang strategis dengan hamparan persawahan yang membentang
luas, diapit oleh dua buah sungai kecil: Sijorni dan Mompang, dibelah
dua oleh sungai Pahantan dengan kesejukan airnya serta dikelilingi
perbukitan bak dipagari/dibentengi, terlihatlah serupa bentuk kuali
(wajan) dan beriklim dingin karena ketinggiannya 1200 meter diatas
permukaan laut. Pada tahun 2007 Pakantan ditetapkan sebagai salah satu
kecamatan di kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.
Beberapa marga yang terdapat di Pakantan: Marga Lubis, Marga
Hasibuan, Marga Nasution, Marga Batubara dan Marga Lintang (marga yang
terbentuk di Pakantan)
Mengenai asal-muasal nama PAKANTAN sendiri, berbagai penafsiran
bermunculan, namun tiada yang pasti, antara lain berasal dari kata
antara lain:
"PAHANTAN" : nama sungai yang membelah desa tersebut.
"PAMUKAPATAN": karena Pakantan merupakan tempat dimana pada tempo
dulu orang-orang dari Mandailing dan Sumatera Barat datang untuk mencari
ketenangan dan meminta petunjuk atas masalah yang di hadapi karena
tempo dulu sebelum adanya agama di pakantan / hulu sungai batang gadis /
gunung kulabu dianggap tempat yang sangat sakral dan tempat pemujaan.
"PATANTAN" : suatu bentuk upacara pemakaman Raja Mangalaon Tua
(Namangarotop Banua) dimana cara membawa beliau dari rumah duka ke
tempat penguburan (di Talobu) tidak diusung diatas bahu, melainkan
ditantan (dibawa bersama-sama dari tangan-ketangan) secara berantai
hingga semua masyarakat Pakantan berkesempatan untuk mengantar ke liang
kubur.
"PARMUPAKATAN": musyawarah tentang pemilihan / pengangkatan "Raja
Huta" berikutnya. Perlu diketahui bahwa pada masa Harajaon Mangalaon
Tua, nama Pakantan belum ada, baru ada Huta Lobu yang diketahui sebagai
pemukiman atau Harajaon.
Menurut Tarombo ( silsilah ) marga Lubis di Pakantan, yang pertama
kali diakui sebagai nenek moyang bernama Datu Sang Maima Na Bolon.
Selanjutnya beberapa generasi kemudian, keturunan Datu tersebut bernama
Namora Pande Bosi II. Diakui sebagai awal yang menurunkan Lubis Si
Langkitang dan Si Baitang. Dan kemudian, beberapa generasi kemudian
lahirlah Sutan Mogol (Opung saya sendiri), keturunan langsung dari Mangaradja Ulu Balang.
Sekitar tahun 1540-an, Raja Mangalaon Tua (Raja Pakantan I), membuka
perkampungan di Pakantan. Saat itu yang menjadi kepala kampung di Huta
Padang adalah anak Raja Mangalaon Tua yang pertama, Namora Tolang. Raja
Gumanti Porang Debata, anak yang kedua menjadi raja di Pakantan Dolok.
Kemudian anak Raja Mangalaon Tua yang ketiga, Raja Sutan Barayun,
menjadi raja di Pakantan Lombang.
Beralihnya paham Parbegu* (belum beragama, animisme), menjadi Islam
di Pakantan sangat berhubungan dengan peristiwa Perang Padri di Bonjol
(1825-1830). Para perwira kerajaan waktu itu banyak masuk ke wilayah
Pakantan dan wilayah Mandailing lain untuk menyebarluaskan agama Islam.
Misi Zending Belanda pernah menugaskan Hendrick Dirks untuk berkiprah
di Pakantan. Atas persetujuan kepala kuria Pakantan Lombang, Raja
Mangatas, ia mendapat pinjaman tanah tahun 1871. Akhirnya Dirks membuat
rumah. Kemudian kampung itu dikenal dengan nama Huta Bargot.
Masuknya penyebaran agama Kristen ke Pakantan, jauh lebih dulu
dibandingkan masuknya Kristen ke daerah Silindung dan Toba. Ajaran
Kristen ke Pakantan Madina dibawa oleh penginjil dari Rusia dan Swiss
tahun 1821, sedangkan ajaran Kristen yang dibawa ke Toba dibawa oleh
missionaris dari Jerman. Itulah sebabnya gereja tertua di Tapanuli
Selatan terletak di Pakantan Huta Bargot.
Perbedaan Bahasa khas Pakantan dan peradatan di kampung lain sangat banyak,yaitu:
- Di Mandailing dikenal Raja Panusunan sedangkan di Pakantan tidak, namun ada yang disebut dengan "Pamutus Hata"
- Di Mandailing di kenal Anak Boru / Pisang Raut dan di Pakantan dikenal dengan "Parserean / Parsinggiran"
- Di Mandailing dikenal dengan Mora sedangkan di Pakantan dikenal dengan "Hula-hula"
- Di Mandailing alat kesenian Gordang Sambilan digunakan sebagai
pelengkap adat, di Pakantan Gordang Sambilan selain pelengkap adat, juga
sebagai pemanggil "Baso" atau dikenal dengan sebutan "Manyarama". Tiga
irama Gordang Sambilan yang berasal dari Pakantan yaitu Sarama Datu,
Sarama Babiat dan Pemulihon.
- Dan masih banyak lagi ciri khas budaya dan perbedaan dalam bahasa lainnya.
Pakantan juga melahirkan banyak patriot-patriot bangsa. Seperti
misalnya : Dr.Parlindungan Lubis (Ketua Perhimpunan Indonesia (PI) di
Negeri Belanda 1938-41), Sakti Lubis (Pejuang Disekitar Kampung baru/Marindal ),Martinus Lubis (pejuang melawan
Belanda di Amplas dan Sekitar sekitar tahun 1947), Sutan Mompang Soripada
(komandan Resimen Tapanuli Selatan), Ronggur Patuan Malaon (mantan
Kepala Kehutanan Luar Jawa dan Madura), Prof. DR AP Parlindungan (pakar
Hukum Agraria dan mantan Rektor USU), Kolonel Purn. Dahlan Lintang
(mantan Kastaf Kodam II BB), Alm. Samsi B Nasution (pengusaha Jakarta),
DR IUR Adnan Buyung Nasution, SH (pakar Hukum, pejuang HAM dan penasihat
Presiden),Sekarang Adalah Mayjen TNI .Erwin Hudawi Lubis(Panglima Daerah Jakarta) masih banyak lagi yang tak dapat disebut satu persatu,
baik yang sekarang masih aktif berkarya maupun yang sedang menikmati
masa tuannya. Nama-nama mereka pun banyak diabadikan sebagai nama
jalan-jalan di kota Medan dan sekitarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar